Delik28 – Cicilan kendaraan roda dua ataupun empat yang Anda lakukan mungkin pernah dan akan mengalami nunggak atau telat bayar. Maka agar kewaspadaan Anda lebih tinggi untuk melakukan antisipasi hal tidak diinginkan terjadi, seperti ditarik paksa oleh debt collector, berikut ini kami uraikan sekilas hukum yang dapat diambil pelajaran bagaimana berkaitan dengan sikap Anda selaku debitur atau pembeli kendaraan dengan cara kredit /cicilan.
Perjanjian Fidusia
Persyaratan Pihak Leasing dapat Menarik Kendaraan Konsumen.
Kementerian Keuangan telah mengeluarkan peraturan yang melarang leasing atau perusahaan pembiayaan untuk menarik secara paksa kendaraan dari nasabah yang kredit kendaraannya mengalami penunggakan alias macet.
Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.130/PMK.010/2012 tertanggal 7 Oktober 2012 tentang Pendaftaran Lelang Fidusia bagi perusahaan pembiayaan.
Menurut Undang Undang Nomor 42 tahun 1999, Fidusia adalah suatu proses mengalihkan hak milik atas suatu benda dengan dasar kepercayaan, tapi benda tersebut masih dalam penguasaan pihak yang mengalihkan. Fidusia umumnya dimasukkan dalam perjanjian kredit kendaraan bermotor.
Kita sebagai debitur membayar biaya jaminan fidusia tersebut, jadi sebenarnya pihak Leasing Wajib Mendaftarkan setiap transaksi kredit di depan notaris atas perjanjian fidusia ini. Namun apa yang terjadi ? Kita hampir tidak pernah mendengar kata fidusia ini, dan konsumen sangat asing dengan kata fidusia ini.
Alur proses pembuatan fidusia yang sebenarnya dimulai dari pihak leasing mengajak nasabah datang menghadap ke notaris pembuat perjanjian fidusia. Proses ini harus dilakukan terlebih dahulu sebelum kendaraan jatuh di tangan nasabah atau konsumen.
Surat perjanjian fidusia inilah yang menjadi pelindungi aset konsumen, sehingga tidak bisa serta merta leasing menarik kendaraan yang gagal bayar atau menunggak karena adanya perjanjian fidusia.
Dan jika pihak leasing hendak menarik kendaraan maka alur yang seharusnya terjadi adalah pihak leasing melaporkan ke Pengadilan. Selanjutnya, kasus akan disidangkan dan pengadilan akan mengeluarkan surat keputusan untuk menyita kendaraan. Selanjutnya, kendaraan akan dilelang oleh Pengadilan dan uang hasil penjualan kendaraan melalui lelang tersebut akan digunakan untuk membayar utang kredit ke perusahaan leasing, dan uang sisanya akan diberikan kepada konsumen.
Namun pada kenyataan terjadi di lapangan, sejak awal pihak Leasing tidak mematuhi aturan Menteri Keuangan, dimana leasing tidak mengajak konsumen untuk membuat perjanjian fidusia padahal itu kewajiban leasing.
Terhadap penarikan paksa dan terlarang di rumah atau di jalanan, biasanya pihak leasing berdalih agar kendaraan dititip di leasing. Namun celakanya kewajiban pembayaran akan tunggakan tetap terus berjalan dengan ditambah denda ini dan itu yang akan memberatkan konsumen dengan kendaraan tidak bisa difungsikan karena ditahan leasing dengan batas waktu tertentu.
Muncul asumsi, jika tidak segera menarik kendaraan (padahal dilarang), maka akan semakin banyak tunggakan. Sedangkan jika kendaraan ada padanya, kendaraan bisa langsung dilelang oleh leasing itu sendiri tanpa peduli berapa uang yang sudah dikeluarkan nasabah mulai dari DP hingga cicilan terakhir. Sehingga, pihak Leasing akan mengalami keuntungan ganda, mulai dari menguasai kendaraan hingga kelebihan nilai kendaraan hasil penjualan yang tidak dibayarkan pada konsumen yang selama ini melakukan cicilan.
Disarankan jika kendaraan akan ditarik oleh pihak leasing yang biasanya menggunakan jasa pihak ketiga seperti debt collector, mintalah surat perjanjian fidusia terlebih dahulu. Jika tidak ada, maka jangan menyerahkan kunci kendaraan dan memperbolehkan kendaraan diambil oleh collector.
Sebaliknya, jika leasing memperlihatkan surat perjanjian fidusia, maka perhatikan dengan seksama jika surat tersebut palsu, maka laporkan kepada pihak aparat penegak hukum, dan pihak leasing akan dikenakan denda minimal Rp.1,5 Miliar.
Jika Terjadi Pengambilan Paksa di Rumah.
Tercantum dalam pasal 368, pasal 365 KUHP ayat 2, 3 dan junto pasal 335 yang jika disederhanakan dapat dimaknai bahwa tindakan Leasing melalui Debt Collector/Mata Elang yang mengambil kendaraan secara paksa di rumah, maka tindakan leasing merupakan tindak pidana pencurian.
Jika Terjadi Pengambilan Paksa di Jalan.
Jika para penagih utang berusaha mengambil kendaraan yang merupakan barang cicilan anda, tolak dan pertahankan barang tetap ditangan anda. Sampaikan kepada mereka jika tindakan yang dilakukan adalah kejahatan.
Dalam KUHP jelas disebutkan yang berhak untuk mengekskusi adalah Pengadilan setelah melaui proses sidang dan diputuskan oleh Hakim. Jadi apabila mau mengambil jaminan harus membawa Surat Penetapan Eksekusi dari Pengadilan Negeri.
Menurut Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011, Satu-Satunya Pihak Yang Berhak Menarik Kendaraan Kredit Bermasalah Adalah Kepolisian atas keputusan Pengadilan.
Bila terjadi Pelanggaran Penarikan Motor atau Mobil anda silahkan hubungi Kepolisian terdekat atau Redaksi Journal Police dan Jangan Pernah Tanda Tangani Surat Penyerahan dari Leasing walau dengan Paksaan dan Ancaman.
Segera Laporkan ke Kepolisiaan terdekat dengan acuan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia, siapa lagi yang akan menegakkan Peraturan Kapolri tersebut kalau bukan anggota Polri dibantu laporan masyarakat
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.130/PMK/010/2012 tentang pendaftaran Fidusia yang mewajibkan leasing mendaftarkan jaminan fidusia paling lambat 30 hari sejak perjanjian kredit ditandatangani. Leasing yang tidak mendaftarkan jaminan tersebut terancam dibekukan usahanya.
Bagi para konsumen yang sedang berjalan normal atau belum gagal bayar, disarankan untuk menanyakan soal fidusia ini kepada pihak Leasing, dan pastikan bahwa jaminan fidusia telah didaftarkan, karena hal ini perlu untuk menjaga keamanan dan kenyamanan kedua belah pihak dalam menjaga kerjasama agar tidak ada pihak yang menggunakan keuntungan dengan tidak adanya fidusia ini.
Melengkapi informasi bahwa Bank Indonesia (BI) dalam Surat Edaran BI No 15/40/DKMP tanggal 23 September 2013 mengatur bahwa syarat uang muka Down Payment (DP) kendaraan bermotor melalui bank, minimal 25% untuk kendaraan roda dua dan 30% untuk kendaraan roda tiga atau lebih untuk tujuan non produktif Serta 20% untuk kendaraan roda tiga atau lebih untuk keperluan produktif.
Penulis : Hendra Sudrajat, S.H. (YLBH Pendekar)