Delik28 – Bagi masyarakat Indonesia tradisi mudik menjelang Lebaran Idul Fitri menjadi fenomena sosial yang menarik, dan hampir semua masyarakat memanfaatkan momentum Idul Fitri untuk bertemu dengan sanak famili di kampung halaman.
Bagi masyarakat Minangkabau, konsep ‘pulang basamo’ menjadi bagian penting dari tradisi mudik. Pulang basamo adalah perjalanan pulang kampung secara bersama-sama dengan menggunakan bus atau kendaraan lain yang difasilitasi oleh ikatan keluarga dan komunitas perantau.
“Tradisi ini menjadi bukti kuatnya solidaritas dan kebersamaan di antara para perantau,” ungkap Imbris Ghandi saat ditemui di kediamannya di Bogor, Rabu (2/4).
Masih menurut Owner Penyedia Jasa Sejahtera Tour dan Optik Sejahtera di Bogor ini, mudik atau ‘pulang basamo’ bagi perantau Minangkabau tidak hanya sekadar perjalanan pulang kampung, tetapi juga memiliki nilai religius, sosial, budaya dan ekonomi.
“Mudik lebaran bukan hanya tentang bertemu keluarga, tetapi juga menjadi ajang silaturahmi, berbagi, serta memberikan terapi psikologis dan sosial bagi para perantau. Selain itu, momen ini juga berkontribusi dalam pergerakan ekonomi lokal,” imbuh Imbris.
Menurutnya, mudik memberikan kesempatan bagi para perantau untuk berwisata melepaskan penat dari kesibukan di perantauan. Mereka bisa merasakan ketenangan di kampung halaman, menikmati suasana yang lebih sejuk dan mempererat hubungan kekeluargaan.
Meski mudik menjadi momen yang sangat dinantikan, menurut Imbris, tidak semua perantau bisa kembali ke kampung halaman. Faktor ekonomi, keterbatasan waktu, serta kondisi keluarga di perantauan menjadi pertimbangan utama.
“Beberapa keluarga lebih memilih untuk merayakan Lebaran di kota perantauan mereka dengan melakukan silaturahmi secara daring atau mengirim bingkisan sebagai pengganti pertemuan fisik,” terangnya.
Selain menjadi ajang silaturahmi, Imbris berpendapat, mudik juga sering kali menjadi ajang pembuktian diri. Banyak perantau yang ingin menunjukkan keberhasilan mereka selama di rantau dengan membawa oleh-oleh, berbagi rezeki, dan bahkan membangun rumah di kampung sebagai simbol kesuksesan.
“Hal ini tidak hanya memberikan kebanggaan pribadi, tetapi juga menjadi motivasi bagi keluarga yang masih tinggal di kampung untuk berusaha lebih keras mencapai kesuksesan yang sama,” pungkasnya. (IG)